Jika pada minggu lalu membahas terkait adanya permasalahan kepadatan penduduk, Pada resume ini lebih membahas terkait adanya penyebab dari kepadayan penduduk tersebut. Adanya kepadatan penduduk ini bisa disebabkan dengan adanya bonus demografi dan juga adanya migrasi penduduk secara besar. Jenis migrasi yang merupakan sebuah perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain umumnya yang dilakukan adalah urbanisasi. Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari daerah pedesaan menuju perkotaan.
Analisa terkait urbanisasi ini dapat dilakukan dengan beberapa indikator. Yang pertama merupakan development indicators yang melihat adanya dampak pembangunan dari adanya gerakan urbanisasi. Kemudian indikator yang kedua adalah demographic indicators yang melihat penigkatan atau demografi dari penduduk setalah adanya urbanisasi. Yang ketiga adalah sectoral imbalance indicators yang melihat dari faktor-faktor struktural. Yang terakhir adalah theory specific indicators yang melihat dari 3 persepektif dari teori yaitu modernisasi, depency, dan distributive coallitions. Tentunya adanya urbanisasi yang disebabkab oleh tekanan ekonomi, sosial, lingkungan, dan kemanan ini akan membuat persaingan tersendiri di wilayah kota. Terlabih jika para pelaku urbanisasi tersebut masih belum memiliki skill yang dapat digunakan di pekerjaan di kota. Hal ini menjadi masalah karena jika tidak adanya skill maka para pelaku urbanisasi tersebut akan hanya menjadi pengangguran dan menjadi permasalah baru untuk kota tersebut untuk ekonomi dan juga kesehatan.
0 Comments
OVERPOPULATION
Salah satu permasalahan yang di alami oleh negara berkembang yaitu adanya kepadatan penduduk. Terdapat adanya 80% penduduk dunia yang merupakan bagian dari negara berkembang yang dimana sebanyak ¾ penduduk tersebut berada di kawasan Asia. Utamanya penduduk tersebut dominan berasal dari Cina dan India. Hal ini menjadi problem mengingat bahwa populasi penduduk secara keseluruhan sudah terjadi peningkatan secara drastis. Yaitu dalam jangka waktu 12 tahun saja total yang mencapai 5 milyar meningkat menjadi 6 milyar penduduk. Hal ini berdampak terhadap ketersediaan dari sumber daya terhadap manusia. Melihat permasalahan penduduk tersebut dapat ditarik beberapa variabel agar dapat dianalisa. Variabel tersebut adalah struktur usia dan jenis kelamin, mortality, fertility, dan yang terakhir adalah migrasi. Untuk mengatasi kepadatan penduduk ini terdapat tiga cara dalam menganalisa permasalahan tersebut. Cara yang pertama yakni menggunakan vital registration dengan menghitung angka kelahiran dan angka kematian dari penduduk. Kemudian terdapat cara yang kedua yaitu world fertility survey ( wfs ) dengan melakukan survei untuk menghitung angka kelahiran. Cara yang terakhir adalah demographic and health surveys ( dhs ). Penanggulangan terhadap adanya kepadatan penduduk ini yaitu dengan adanya family planning. Family planning ini merupakan proggram yang di inisiasi pemerintah yang berfokus dalam pengendalian jumlah anak dalam keluarga yang disesuaikan dengan lingkungan dan ekonomi menggunnakan alat kontrasepsi. Melihat hal adanya kepadatan penduduk tersebut tidak selalu berdampak negatif terutama untuk perekonomian. Adanya penduduk yang berjumlah besar dengan usia produktif dapat mendorong perekonomian bagi negara secara keseluruhan. Kasus ini banyak terjadi di negara-negara berkembang seperti di Cina dan Asia Tenggara. Dengan adanya tenaga kerja intelek dan terampil dapat memberi kontribusi ekonomi lebih terhadap negara. Sumber : Jones G.W 1995, Population and the Family in Southeast Asia, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 26, no. 1, pp. 184 – 195 Ernestina Coast 2002, Population trend in Developing Countries, LSE UN, Population Fact World Bank, World Population Gr Krisis Sumber pangan
Perlu diketahui bahwa pangan seperti air dan makanan merupakan kebutuhan dasar dan dibutuhkan bagi semua kalangan. Adanya krisis terhadap air dan makanan ini salah satu penyebabnya karena adanya kemiskinan itu sendiri. masyarakat yang mendapati krisis akibat kemiskinan ini disebabkan karena tidak memiliki penghasilan yang cukup terhadap pangan tersebut. Selain itu masyarakat juga mengalami krisis disebabkan adanya kesulitasn untuk mengakses dari pangan itu sendiri.Seperti adanya proteksi dari kebijakan perdangangan yang dapat menaikan harga pangan tersebut. Dalam penanganan terkait krisis sumber daya air dan makanan ini dapat diatasi dengan adanya manajemen ekosistem. Manajemen ekosistem ini berarti pengelolaan ekosistem agar menjadi sumber untuk profit terhadap masyarakat miskin sekitar. Hal ini cukup penting sebab adanya manajemen dari masyarakat itu sendiri dapat menghindari penyalahgunaan yang biasa dilakukan oleh pemerintah sendiri seperti eksploitasi dan korupsi tender perusahaan. Pendampingan juga perlu oleh badan pemerintah terkait manajemen ekosistem agar lebih efektif. Oleh karena itu selain agar manajemen ekosistem ini dapat lebih efektif tadi maka diperlukan adanya dukungan birokrasi yang baik atau good governance. Good governance ini di mana adanya transparansi, keadilan, dan keterlibatan masyarakat. Peran pemerintah pun sebenarnya yang menjadi aktor utama dalam penyelesaian krisis sumber pangan ini baik itu manajemen ekosistem dan juga good governance. Dalam pemeretasan krisis sumber pangan ini pemerintah juga harus dapat merumuskan dan mencari sumber dari krisis yang di alami masyarakat miskin itu sendiri. Namun pemerintah tetap memberikan sebagian besar stakeholder tersebut terhadap masyarakat agar tetap ada kepemilikan dan juga pemanfaatan pangan tersebut dapat bekerja lebih efisien. Sumber : Yasuhiko Hotta, Global Resources Crisis or Sustainable Resources Management Human Development Report 2006, Beyond Scarcity: power, poverty and the global water crisis UN 2011, Global Food Crisis UNDP 2005, Worl Resources 2005: The Wealth of the Poor-Managing Ecosystem to fight poverty DEGRADASI LINGKUNGAN
Adanya degradasi lingkungan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan sehingga tidak berfungsi sebagiamana idealnya lingkungan tersebut. Salah satu bentuk dari degradasi lingkungan ini yaitu dengan adanya deforestasi. Dalam penanggulangan deforestasi ini terdapat dua cara dalam penganggulanganya yaitu dengan caraadaptasi dan mitigasi. Dapatasi dilakukan dengan cara keterkaitan antara manusia dan lingkungan dalam penyesuaian adaptasi itu sendiri. sedangkan pada mitigasi adalah pengurangan bahan bakar untuk fossil pada negara-negara industri. Salah satu upaya melalui ini mitigasi ini dengan adanya REDD atau Reducing Emissions From Deforestation and Forest Degradation oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Addanya REDD ini maka deforestasi ini ditekan oleh pengusaha kaya dengan membantu negara berkembang pada iklim tropis. REDD pun dikembangkan kembali menjadi REDD+. Pada REDD+ ini lebih menunjukkan adanya konservasi hutan, pengadaan forest carbon stock dan juga manajemen berkelanjutan hutan. REDD+ ini juga membantu negara dalam pemeliharaan modal alam yang akan digunakan sebagai ‘alat’ untuk pembangunan) serta kesempatan untuk mewujudkan green development. Hal yang membedakanREDD+ dengan REDD adalah jika pada REDD berfokus pada pengurangan emisi gas karbon dan deforestasi. Sedangkan pada REDD+ ini lebih berfokus pada aturan konservasi, manajeme hutan, dan juga stok karbon dari hutan itu sendiri. Adanya REDD+ ini menunjukan bahwa isu lingkungan dalam pembangunan ini telah menjadi cukup konsen. Namun dalam hal ini saya melihat adanya diskriminasi terhadap negara yang sedang berkembang ini. adanya REDD+ ini pastinya akan memperhambat dari ekonomi secara umum sebab pemerintah harus menimbang aspek lingkungan ini dalam pembangunan. Hal ini memperhambat negara berkembang di negara tropis itu sendiri sedangkan isu lingkungan ini bukan menjadi hambatan bagi negara-negara barat karena negara mereka yang sudah developed. Sumber : Vikas Nath 2001, White Collar Invasion: developed country policies leading to environmental degradation in South, LSI, London CIFOR 2009, Simply REDD UN 2008, UN Collaborative Programme on REDD UN REDD 2012, REDD+ and a Green Economy PERETASAN KEMISKINAN
Strategi peretasan kemiskinan ditawarkan oleh WorldBank dan IMF melalui model pembangunan PRSP ( Poverty Reduction Strategies Papers ) pada tahun 1999. Model PRSP ini menggunakan dasar prinsip CDF (Comprehensive Development Framework). Adanya CDF ini maka pada model pembangunan PRSP ini pemeretasan kemiskinan lebih melibatkan negara berkembang dalam pembangunanya. Sehingga pada model pembangunan ini tidak hanya melibatkan negara ODA saja. Sebelum adanya penerapan PRSP ini, pemerintah harus membentuk 5 hal ini pada negaranya. Yang pertama identifikasi karakteristik kemiskinan di negara bersangkutan baik faktor penyebab utama dari kemiskinan di negaranya. Kemudian pemasangan target dari kemiskinan. Yang ketiga melibatkan masyarakat secara aktif dalam pembangunan. Yang keempat adalah sistem evaluasi dan monitoring dari kebijakan.Kemudian yang terakhir adalah aspek-aspek pendukung dalam pembangunan. Pembangunan PRSP dalam melakukan pengentasan kemiskinan dari akar yaitu melakukan pemberdayaan masyarakat dan partisipasi aktif dari masyarakat dan pemerintah. Terdapat juga 3 prinsip pada PRSP ini. Yang pertama adalah ownership yang merupakan tuntutan pemerintah untuk melakukan tindakan efisien dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam PRSP. Kemudian terdapat juga Empowerement yang merupakan proses pastisipatif dengan mwenawarkan orang miskin dapat ikut turut mempengaruhi kebijakan pemerintah. Yang ketiga terdapat Accountability yaitu mengajak para stakholders dalam perumusan kebijakan ketiga hal tersebut yang memunculkan bahwa RPSP ini di laksanakan dengan 3 Aktor yaitu State, Donors, dan Civil Society. Dalam pemberantasan kemiskinan dengan RPSP ini kembali lagi denganadanya framework CDF bahwa ini merupakan bagian kecil dari pembangunan saja meskipun hal kemiskinan seringkali menjadi konsen utama dalam pembangunan. Tetapi pembangunan RPSP ini dirasa masih terlalu melihat aspek ekonomi makro. Jeni Kluaman,PRSP Sourcebook : Overview, World Bank James D,Wolfensohn and Stanley Fisher 2000, Comprehensive Development Framework ( CDF ) and Poverty Reduction Strategy Paper ( PRSP ) POVERTY
Unaccaptable Hardhip mendifinsikan 11 kemisikinan sebagai berikut. Berdasarkan kebutuhan, kemiskinan di anggap sebagai keterbatasan kebutuhan dasar dari manusia. Berdasarkan kebutuhan standar kemiskinan kemiskinan terjadi jika tidak bisa memenuhi standar kebutuhan yang mendasar dan standar itu akan menurun. Berdasarkan Lack of Basic Security kemiskinan merupakan kondisi manusia yang mudah diserang baik secara hukum atau fisik. Berdasarkan Lack of Entiitlement kemiskinan merupakan kondisi manusia tidak memiliki kuasa seperti homeless, famines, dan lain-lain. Berdasarkan Multiple Deprovation penyebab kemiskinan dari banyak aspek seperti kelapara, akses sumber daya, dan juga kuasa. Berdasarka inequality kemiskinan muncul karena adanya komparasi terhadap orang-orang borjuis. Berdasarkan class kemiskinan merupakan suatu strata. Dan berdasarkan exclusion kemiskinan ketika manusia dikucilkan pada pola masyarakat umumnya. Terdapat dua sisi melihat kemiskinan itu sendiri Illbeing dan Wellbeing. Konsep Wellbeing merupakan pemennuhan terkait kebutuhan seperti pekerjaan, rumah, aset, dan lain-lain sedangkan illbeing merupakan kontra dari wellbeing tersebut. Pada tahun 1995 isu kemiskinan ini mulai dimasukan dalam agenda pembangunan. Bank Dunia dan lembaaga OECD pun membentuk indikator dari kemiskinan tersebut. indikator ditetapkan dengan melihat dari GNP (Gross National Product) yaitu batasan dengan 1US$/ hari dengan melihat pada dua sisi aktor individu dan rumah tangga. Kemiskinan ini merupakan suatu bentukan kontruksi dari sosial itu sendiri. kontruksi ini pun diperkuat dengan adanya globalisasi sehingga masyarakat yang memang sudah hidup di bawah orang-orang kaya merasa standar hidupnya menjadi kurang dan ingin mendapat standar hidup yang sama. Akan menjadi tidak etis jika melihat kemiskinan ini hanya dari sisi GNP saja, sebaiknya aspek lainya seperti HDI juga diperhatikan terkait analisa kemiskinan ini. REFERENSI •Paul Spicker, Definition of Poverty: Element Clusters of Meaning •Simon Maxwell, The meaning and measurement of poverty •Chapter II, Well-Being and Ill-Being: The Good and The Bad of Life •Alan Thomas, Poverty and the End of Development MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS
Materi pada mingu ketiga ini membahas tentang MDGs atau Millenium Development Goals. MDGs ini merupakan suatu paradigma pembangunan yang berisi delapan tujuan pembangunan ideal yang di inisiasi oleh United Nations yang mellibatkan juga negara ODA dan Organisasi Internasional. Delapan tujuan dari MDGs ini sebagai berikut
Pada MDGs ini pembangunan lebih di fokuskan kepada pemberantasan kemiskinan dan juga ketimpangan yang ada di negara-negara berkembang. MDGs ini sesuai dengan keputusan dari Millenium Summit pada tahun 2000 akan diterapkan pada level negara. Penerapan pada level negara ini disebabkan karena negara memang yang merupakan aktor yang memliki otoritas agar program dari MDGs ini dapat di operasionalkan. Karena MDGs ini memang memusatkan pada negara berkembang itu sendiri maka sesuai framework hasil dari Monterrey Consenssus pada tahun 2002 terkait new global partnership, akan membutuhkan kerjasama atas negara donor (ODA) dengan negara berkembang. Pentingnnya penarapan MDGs ini dapat mencakup dalam beberapa aspek. Untuk masalah kesehatan MDGs ini menjadi persoalan hidup atau mati. Sebab dengan adanya ketimpangan ekstrim berarti orang yang tidak mendapatkan kehidupan yang layak akansulit memenuhi terrhadap masalah seperti kelaparan, penyakit, dan juga lingkungan yang sangat buruk. Dalam aspek ekonomi MDGs ini terkait dengan infrastruktur negara dan juga human capital. Jika dalam suatu wilayah tersebut sudah memiliki infrastruktur yang cukup baik maka hal tersebut akan memudahkan akses terhadap pasar global terhadap masyarakat tersebut. Kemudian untuk permasalahan keamanan MDGs ini terkait dengan kemanan internasional, kemanan negara, dan juga stabilitas. Wilayah yang memiliki ketimpangan yang ekstrim akan saling mencoba untuk mengklaim dari sumber daya yang cukup vital pada wilayah tersebut. Klaim dari sumberdaya tersebut dapat menyebabkan konflik antar grup atau kelas. Kemudian ketimpangan ekstrim ini juga dapat menjadi jalan dari TOC itu sendiri seperti narkoba melalui petani atau masyarakat yang tinggal di urban areas. Program dari MDGs ini di targetkan dapat dipenuhi hingga pada tahun 2015. Paska dari tahun 2015 itu sendiri pembangunan di harapkan sebagi berikut.
Sekarang MDGs memang sudah diganti dengan adanya program baru yaitu SDGs atau Sustanaible Development Goals seejak tahun 2016. Program MDGs ini merupakan program yang bagus karena terbukti pada penerapanya yang terbilang cukup berhasil salah satunya berdasarkan data dari Sumner (2010) terjadi pennurun jumlah persentase kemiskinan masyarakat low income di negara miskin dari 93% menjadi 28% dari tahun 1990-2008. Namun MDGs ini masih terbilang terlalu berfokus pada pemerintah sehingga kurang melibatkan pihak swasta yang ada pada negara berkembang tersebut untuk ikut berpatisipasi dalam pembangunan. Kemudian juga MDGs ini juga terlalu menggantungkan pada negara-negara ODA untuk membantu negara berkembang sehingga MDGs ini menjadi kurang merata hanya untuk negara-negara bwerkembang saja. PARADIGMA PROGRAM PEMBANGUNAN
Munculnya Washington Consenssus merupakan suatu avant-garde terkait paradigma pembangunan yang bergeser yang sebelumnya berupa state-model menjadi market-model. Washington Consenssus juga merupakan sebagai bentuk konkrit dari neolib yang muncul di era tahun 80an dengan menerapkan poin-poin seperti liberalisasi ekonomi dan juga dengan privatisasi perusahaan. Tujuan dari washington consenssus itu sendiri juga untuk meperbaiki perekonomian dari banyak negara berkembang seperti di Amerika Latin yang mengalami krisis pada tahun 80-an melalui institusi bretton woods. Penerapan washington consenssus oleh institusi bretton woods yaitu IMF dan WorldBank mulai dilaksanakan dengan adanya program Structural Adjustment Programmes (SAP) yang berupa pinjaman terhadap negara-negara yang sedang mengalami krisis. Namun dalam pelaksanaanya program SAP belum bisa disebut berhasil seperti halnya yang terjadi di Nigeria, Somalia, Argentina, dan-lain-lain yang dimana SAP ini hanya menyelesaikan masalah lama dengan masalah yang baru. Kegagalan ini disebabkan banyak pemerintah negara berkembang yang belum bisa mengelola dan mengadopsi program tersebut dengan baik. Dengan kata lain masih terdapat permasalahan politik yang tidak sesuai. kemudian dengan adanya kelemahan dari program SAP tersebut muncul juga konsep baru yang membentuk sebuah program pengganti yaitu Comprehensive Development Framework (CDF). Adanya program CDF ini menjadi sebuah pergerkan terhadap dari paradigma pembangunan itu sendiri. Jika pada SAP pembangunan lebih di fokuskan pada ekonomi saja dengan orientasi pasar tersebut, dalam CDF elemen lain seperti politik dan sosial juga menjadi bagian. Hal ini menyebabkan seperti indikator pada pembangunan tersebut pun juga bergeser yang sebelumnya GDP menjadi indikator bergeser menjadi Human Development Index (HDI). Adanya pergeseran paradigma dalam pembangunan ini menandakan bahwa adanya sistem yang fleksibel dalam mengikuti kebutuhan yang dimiliki. Jika sekarang ini dalam pembangunan pada post washignton consenssus bisa dikatakan paling baik dengan program CDF karena memperhatikan dari banyak aspek, tetapi hal tersebut merupakan semu. Sebab adanya CDF ini hanya merupakan program yang terbaik untuk saat ini dan bukan untuk selamanya. CDF ini bagus sebab melihat bagian kelemahan dari SAP itu sendiri dan tentunya kedepanya akan ada konsep-konsep baru yang dapat menggantikan CDF untuk program pembangunan yang lebih baik. Namun permasalahanya tidak semua negara dapat menerapkan program pembangunan dari barat. Jika memang pandangan soal pembangunan itu tidak bisa digeneralisir untuk semua, maka yang jadi jawaban adalah perlunya ada gagasan konsep baru dari ahli yang bukan dari barat sehingga terbentuk paradigma alternatif yang dapat lebih menyesuaikan pembangunan negara berkembang. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
April 2017
Categories |